Mari kita diskusi soal ini. Saya barusan berdialog disalah satu grup dalam diskusi soal PERSEPULUHAN. Masalahnya soal korelasi antara PL dan...
Mari kita diskusi soal ini. Saya barusan berdialog disalah satu grup dalam diskusi soal PERSEPULUHAN. Masalahnya soal korelasi antara PL dan PB tentang konsep Persepuluhan. Ada seorang dosen bilang bahwa perpuluhan di PL itu ajaran taurat yang sifatnya perintah, dan itu tudak berlaku lagi dalam PB. Jadi singkatnya, dosen tersebut menyimpulkan bahwa perpuluhan itu harus dihilangkan karena PB menolak konsep persepuluhan.
Persepuluhan adalah milik orang Israel, sebagaimana tertulis dalam hukum Taurat, bukan milik orang Kristen. Dan dalam Perjanjian Baru hanya ada 4 ayat yang menuliskan tentang persepuluhan. Dua ayat menceritakan tentang kecaman Tuhan Yesus terhadap orang Farisi (Mat 23:23 & Luk 11:42), satu ayat menceritakan tentang ketinggian hati orang Farisi (Luk 18:12), dan satu ayat lagi menceritakan tentang persembahan Abraham kepada Melkisedek (Ibrani 7:1-9).
Nah bagaimana mengkorelasikan ajaran Persepuluhan di PL dan PB? Saya pikir untuk mengkorelasikannya hal pertama kita harus tahu bahwa dalam Perjanjian Lama, khususnya melalui kitab Bilangan dan Ulangan, ada 3 macam persepuluhan yang diperintahkan oleh Allah. Rabi-rabi Israel menamakan 3 macam persepuluhan itu dengan nama: Ma’aser Rishon (Persepuluhan Pertama), Ma’aser Sheni (Persepuluhan Kedua), dan Ma’aser Ani (Persepuluhan Ketiga).
1. Ma’aser Rishon = KEADILAN
Dengan merujuk Bilangan 18:21-28, kita dapat mengambil beberapa poin sebagai bahan perbandingan dengan apa yang dilakukan oleh gereja sebagai penerus dari bangsa Israel:
Mengapa Allah memerintahkan persepuluhan di dalam PL. Pertama, supaya terjadi KEADILAN diantara bangsa Isarel, yaitu: Sebelas suku Israel mendapat tanah pusaka dan suku Lewi menerima sepersepuluh dari masing-masing suku yang kemudian memberikan sepersepuluh dari persepuluhan itu kepada imam-imam. Kedua, supaya bangsa Israel belajar SETIA kepada Yahweh, Allah yang memberkati panen mereka. Ketiga, menyatakan BELAS KASIHAN kepada mereka yang kekurangan.
Jadi, Allah tidak meniadakan persepuluhan di dalam Perjanjian Baru, tetapi mengubah konsepnya secara keseluruhan. Di dalam PL, 10% adalah milik Allah, tetapi di dalam PB, 100% uang kita adalah kepunyaan Allah. Bahkan secara ekstrem dapat dikatakan sebagai berikut: Hidup kita adalah milik Tuhan, apalagi uang kita? Sebab itu tanggung jawab kita di dalam pemakaian berkat Allah (uang) jauh lebih berat ketimbang saudara-saudara kita di dalam PL.
Doktrin persepuluhan memang sama sekali tidak relevan dengan Perjanjian Baru. Mengapa? Perhatikan ilustrasi berikut:
Pada mulanya Allah menghendaki persembahan berdasarkan kasih, namun karena ketamakan hati manusia, Allah memerintahkan persembahan (termasuk persepuluhan) berdasarkan hukum Taurat, tetapi ajaran Yesus telah mengembalikan konsep pemberian kepada hukum yang semula, yaitu hukum Kasih, yang dijabarkan dengan istilah: Keadilan, Belas Kasihan dan Kesetiaan, yang ditandai dengan adanya kerelaan hati dan sukacita (2 Kor 9:7).
Awal Gereja gunakan pola persepuluhan?
Beberapa sumber menyebutkan bahwa Cyprian pada abad ke-3 mulai memperkenalkan konsep persepuluhan untuk menyokong kehidupan para penginjil, tetapi konsep ini sama sekali tidak populer karena gereja pada waktu itu masih berbentuk gereja rumah.
Nah, apakah Perjanjian Baru menolak konsep persepuluhan? Saya pikir tidak juga.
Saya ingin merujuk pada dasar pemberian persepuluhan Abraham kepada Melkisedek. Meskipun persepuluhan Abraham berasal dari JARAHAN, dan bukan dari penghasilannya sebagai peternak, namun poin terpenting adalah bahwa persepuluhan Abraham bersifat SUKARELA, mengingat waktu itu hukum Taurat belum diberikan.
Saya ingin merujuk pada dasar pemberian persepuluhan Abraham kepada Melkisedek. Meskipun persepuluhan Abraham berasal dari JARAHAN, dan bukan dari penghasilannya sebagai peternak, namun poin terpenting adalah bahwa persepuluhan Abraham bersifat SUKARELA, mengingat waktu itu hukum Taurat belum diberikan.
Artinya, Abraham memberi berdasarkan KASIH (secara sukarela), bukan berdasarkan PERINTAH. Hal inilah yang sesungguhnya ingin ditegaskan oleh Perjanjian Baru, yaitu bahwa kita harus memberikan seluruh persembahan kita berdasarkan kasih atau bukan dengan paksaan
Persepuluhan adalah milik orang Israel, sebagaimana tertulis dalam hukum Taurat, bukan milik orang Kristen. Dan dalam Perjanjian Baru hanya ada 4 ayat yang menuliskan tentang persepuluhan. Dua ayat menceritakan tentang kecaman Tuhan Yesus terhadap orang Farisi (Mat 23:23 & Luk 11:42), satu ayat menceritakan tentang ketinggian hati orang Farisi (Luk 18:12), dan satu ayat lagi menceritakan tentang persembahan Abraham kepada Melkisedek (Ibrani 7:1-9).
Nah bagaimana mengkorelasikan ajaran Persepuluhan di PL dan PB? Saya pikir untuk mengkorelasikannya hal pertama kita harus tahu bahwa dalam Perjanjian Lama, khususnya melalui kitab Bilangan dan Ulangan, ada 3 macam persepuluhan yang diperintahkan oleh Allah. Rabi-rabi Israel menamakan 3 macam persepuluhan itu dengan nama: Ma’aser Rishon (Persepuluhan Pertama), Ma’aser Sheni (Persepuluhan Kedua), dan Ma’aser Ani (Persepuluhan Ketiga).
1. Ma’aser Rishon = KEADILAN
Dengan merujuk Bilangan 18:21-28, kita dapat mengambil beberapa poin sebagai bahan perbandingan dengan apa yang dilakukan oleh gereja sebagai penerus dari bangsa Israel:
- Persepuluhan adalah persembahan khusus yang diberikan oleh bangsa Israel kepada TUHAN, bukan kepada suku Lewi (ay 19, 24). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persembahan persepuluhan adalah milik Tuhan. Oleh sebab itu, suku Lewi sama sekali tidak berhak untuk menuntut apalagi mengancam bangsa Israel apabila mereka lalai membayar persepuluhan.
- Suku Lewi menerima persembahan persepuluhan dari Tuhan sebagai upah atas pekerjaan mereka di Kemah Pertemuan (sebelum menjadi Bait Allah), yaitu sebagai pengganti karena mereka tidak menerima tanah pusaka sebagaimana kesebelas suku yang lain. Adapun alasan mengapa mereka tidak menerima tanah pusaka yaitu karena mereka adalah milik pusaka kepunyaan Tuhan sendiri, yakni pengganti dari seluruh anak sulung bangsa Israel sehubungan dengan tulah kematian anak sulung di Mesir (Bil 3:11-12).
- Suku Lewi menerima persembahan persepuluhan dari bangsa Israel dengan perbandingan 1:11 suku.
- Orang-orang Lewi memberikan persembahan persepuluhan dari persepuluhan yang mereka terima sebagai persembahan khusus kepada Tuhan, dan Tuhan memberian persembahan itu kepada keluarga Harun (imam-imam).
Pertama, dengan siapakah kita mau membandingkan para pendeta? Dengan suku Lewi atau imam-imam? Seandainya para pendeta kita samakan dengan orang Lewi, seharusnya mereka tidak boleh melakukan upacara baptisan, pemberian berkat, atau bahkan menyelenggarakan ibadah. Karena hanya para imamlah yang berhak melakukan hal tersebut. Sebaliknya, apabila kita menganggap bahwa para pendeta adalah imam-imam, maka seharusnya mereka tidak menerima persepuluhan dari jemaat (10%) melainkan sepersepuluh dari total persepuluhan yang diterima oleh suku Lewi (1%(.
Nah, siapakah orang Lewi menurut hukum Taurat? Berdasarkan Bilangan pasal 4, kita ketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang ditunjuk secara khusus untuk mengurus barang-barang maha kudus (bani Kehat, ay 1-20), mengangkat segala perlengkapan Kemah Suci (bani Gerson, ay 21-28), dan mengangkat segala perkakas Kemah Suci (bani Merari, ay 29-33).
Secara singkat dapat dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan Kemah Suci, yaitu orang-orang yang diperbantukan kepada keluarga Harun (imam-imam) demi terselenggaranya ibadah orang Israel.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan Kemah Suci, yaitu orang-orang yang diperbantukan kepada keluarga Harun (imam-imam) demi terselenggaranya ibadah orang Israel.
Sekarang yang menjadi permasalahannya adalah, siapakah orang Lewi menurut versi Perjanjian Baru? Berdasarkan “job” yang mereka miliki, maka seharusnya mereka adalah seluruh full timer gereja yang tidak ditahbiskan menjadi imam (pendeta). Mereka adalah orang-orang yang berhak untuk menerima persepuluhan dari jemaat untuk selanjutnya mereka memberikan sepersepuluh dari pendapatan mereka kepada para pendeta.
Kedua, persembahan persepuluhan dari persepuluhan jemaat (1%) yang diberikan orang Lewi kepada imam-imam, harus diberikan secara merata kepada semua anggota keluarga Harun. Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa Harun mendapatkan porsi yang lebih besar ketimbang anak-anaknya, Alkitab hanya menyatakan bahwa persembahan orang Lewi diberikan kepada seluruh keluarga Harun.
Dengan demikian, tidak sepantasnya seorang gembala sidang mendapatkan porsi yang lebih besar ketimbang para pendeta lainnya
Ketiga, makna di balik perintah Ma’aser Rishon adalah KEADILAN. Suku Lewi, termasuk keturunan Harun, sama sekali tidak menerima tanah pusaka. Sebagai gantinya, wajar apabila mereka menerima persembahan persepuluhan dari orang Israel (dengan perbandingan 1:11). Tujuannya adalah supaya "Semua Orang Dapat Makan" (secara adil). Adakah tujuan ini telah tercapai di dalam gereja? Mengapa terjadi kesenjangan sosial diantara para pendeta, khususnya antara gembala sidang dengan seluruh full timer yang bekerja di dalam gereja?
Ketiga, makna di balik perintah Ma’aser Rishon adalah KEADILAN. Suku Lewi, termasuk keturunan Harun, sama sekali tidak menerima tanah pusaka. Sebagai gantinya, wajar apabila mereka menerima persembahan persepuluhan dari orang Israel (dengan perbandingan 1:11). Tujuannya adalah supaya "Semua Orang Dapat Makan" (secara adil). Adakah tujuan ini telah tercapai di dalam gereja? Mengapa terjadi kesenjangan sosial diantara para pendeta, khususnya antara gembala sidang dengan seluruh full timer yang bekerja di dalam gereja?
2. Ma’aser Sheni = KESETIAAN
Sebagaimana konteks Ulangan 14:22-27, kita diperhadapkan dengan kenyataan bahwa gereja tidak konsekuen dalam menerapkan konsep persepuluhan yang Alkitabiah. Sampai dengan hari ini, tidak pernah sekalipun ada seorang pendeta yang mengajarkan bahwa di dalam Alkitab terdapat suatu jenis persepuluhan yang boleh dimakan sendiri oleh pembawanya bersama dengan seisi rumahnya.
Saya tidak tahu apakah ada unsur kesengajaan di sini – maksudnya supaya jemaat tidak mempertanyakan soal ini – atau memang mereka lupa untuk memberitakannya? Mungkin salah satu kekuatiran yang timbul dengan mengajarkan adanya suatu jenis persepuluhan yang boleh dimakan sendiri adalah kecenderungan manusia yang pada akhirnya tidak akan memberi sama sekali. Tetapi hal itu bukan urusan gereja, apalagi sampai menghakimi mereka yang tidak memberikan persepuluhan.
Adapun makna di balik persepuluhan kedua (Ma’aser Sheni) adalah KESETIAAN. Bangsa Israel diminta untuk membawa persepuluhan mereka ke Yerusalem (tempat yang kelak dipilih oleh Allah), atau bila terlalu jauh, mereka harus menguangkan persepuluhan mereka dan membelanjakan uang tersebut di Yerusalem, sesuka hati mereka, dengan tujuan agar mereka makan di hadapan Tuhan bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga mereka, yaitu setahun sekali yang dilaksanakan pada hari raya pesta panen, atau yang lebih dikenal dengan nama hari raya tujuh minggu, yang di kemudian hari dirayakan oleh orang Kristen sebagai hari raya Pentakosta.
Apa tujuannya? Tujuannya supaya mereka belajar untuk takut akan Tuhan, Allah mereka (ay 23). Apa maksudnya? Maksudnya adalah, mudah sekali bagi bangsa Israel untuk jatuh ke dalam salah satu bentuk penyembahan berhala dengan cara menyembah salah satu dewa/dewi kesuburan di tanah Kanaan (Mis: Asyera, Asytoret, Baal, dll). Dengan adanya hari raya pesta panen, yang diiringi oleh Ma’aser Sheni, bangsa Israel senantiasa diingatkan kepada satu-satunya sumber berkat yang harus mereka sembah, yaitu Yahweh (YHWH), Allah Penguasa alam semesta. Adakah makna kesetiaan seperti ini sudah menjadi bagian dari konsep persepuluhan gereja di masa modern? Saya meragukannya
3. Ma’aser Ani = BELAS KASIHAN
Berdasarkan Ulangan 14:28-29, pernahkah saudara menemukan ayat-ayat di dalam Perjanjian Lama yang menyebutkan tentang adanya persembahan bagi orang-orang miskin atau yang lebih dikenal dengan istilah persembahan diakonia? Saya yakin tidak, mengapa? Karena memang tidak ada persembahan seperti itu di dalam PL.
Orang-orang miskin, yaitu janda-janda, anak-anak yatim, dan bahkan orang asing, mendapat bagian mereka dari hasil penuaian yang terbuang (umpamanya buah yang jatuh dari pohon, Imamat 19:9-10) dan Ma’aser Ani yang dilakukan setiap tahun ketiga dan keenam dalam satu periode tahun sabat (7 tahun).
Jadi, berdasarkan keterangan ini, jelaslah bahwa salah satu fungsi dari persepuluhan di dalam PL adalah menyatakan BELAS KASIHAN, yaitu agar orang-orang miskin dan orang-orang asing tidak harus mati kelaparan, karena mereka tahu kemana mereka harus pergi untuk mendapatkan makanan, yaitu pintu gerbang kota (Sha’ar = Pintu Gerbang, KJV = Gates), dimana orang-orang lewi bertugas untuk mengatur pembagiannya
Kemana persepuluhan diberikan?
Banyak pendeta menyatakan bahwa persepuluhan harus di bawa ke gereja karena gereja adalah perwujudan Bait Allah di dalam PB. Tetapi Maleakhi 3:10 dan ayat-ayat lainnya di dalam PL menyatakan bahwa persepuluhan orang Israel harus dibawa ke rumah perbendaharaan, bukan ke Bait Allah, dimana orang-orang Lewi bertugas untuk mengatur pembagian persepuluhan itu, agar setiap harinya terdapat persediaan makanan di Bait Allah.
Bayangkan seandainya semua orang dari seluruh pelosok negeri Israel membawa sepersepuluh dari panen mereka ke Bait Allah, apakah kira-kira Bait Allah dapat menampungnya?
Selain itu, Yesus menyatakan bahwa tidak ada lagi bangunan Bait Allah di masa Pernjanjian Baru, karena Bait Allah yang sesungguhnya adalah diri kita sendiri, yaitu orang-orang yang percaya kepada-Nya (Yoh 2:19-21, 1 Kor 3:16-17), yang didirikan bukan oleh tangan manusia, melainkan oleh Tuhan Yesus sendiri.
Jadi dari mana kita mau mempertahankan ide untuk membawa persembahan persepuluhan ke gereja (Bait Allah)?Kalau begitu, kemana bangsa Israel membawa persepuluhan mereka? Tergantung jenis persepuluhannya. Pertama, mereka membawa Ma’aser Rishon ke kota-kota orang Lewi yang tersebar di seluruh penjuru negeri Israel (Bil 35:1-8, Yos 21:1-42). Kedua, mereka membawa Ma’aser Sheni ke kota Yerusalem untuk dimakan bersama-sama di dalam perayaan pesta panen (Ul 14:24). Ketiga, mereka membawa Ma’aser Ani ke pintu gerbang kota masing-masing supaya janda-janda, anak yatim dan orang asing dapat makan dan menjadi kenyang (Ul 14:28).
***
Mengapa Allah memerintahkan persepuluhan di dalam PL. Pertama, supaya terjadi KEADILAN diantara bangsa Isarel, yaitu: Sebelas suku Israel mendapat tanah pusaka dan suku Lewi menerima sepersepuluh dari masing-masing suku yang kemudian memberikan sepersepuluh dari persepuluhan itu kepada imam-imam. Kedua, supaya bangsa Israel belajar SETIA kepada Yahweh, Allah yang memberkati panen mereka. Ketiga, menyatakan BELAS KASIHAN kepada mereka yang kekurangan.
Bukankah ketiga model persepuluhan itu sejalan dengan perintah yang terutama di dalam Perjanjian Lama? “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, jiwamu, akal budimu, dan dengan segenap kekuatanmu”, dan “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.
Makna Persepuluhan Perjanjian Baru
Makna Persepuluhan Perjanjian Baru
Prinsip dasar yang tidak pernah berubah dalam menafsirkan Perjanjian Baru adalah bahwa Perjanjian Lama sudah digenapi sekaligus dibatalkan oleh Kristus. Prinsip dasarnya tertulis di dalam Ibrani 8:7-12, yang dikutip dari kitab Yeremia 31:31-34.
Apa perbedaan antara PL dan PB sehubungan dengan doktrin Persepuluhan? Perjanjian Baru secara implisit (tersirat) menyatakan bahwa tidak ada lagi bangunan Bait Allah, tidak ada lagi kaum Lewi, dan tidak ada lagi pembagian kasta antara orang awam dengan imam-imam.
Sebaliknya, Alkitab PB secara tegas menyatakan bahwa semua orang percaya adalah Bait Allah, yaitu tempat kediaman Roh Allah, dan semua orang percaya adalah imam-imam Perjanjian Baru (Itulah sebabnya mereka semua dibaptis).
Oleh sebab itu, tidak dibutuhkan lagi adanya praktek persepuluhan – terutama Ma’aser Rishon – karena tidak ada lagi bangunan Bait Allah, dimana secara tidak langsung tidak dibutuhkan lagi adanya kaum Lewi dan imam-imam yang melayani di sana.
Jadi, Allah tidak meniadakan persepuluhan di dalam Perjanjian Baru, tetapi mengubah konsepnya secara keseluruhan. Di dalam PL, 10% adalah milik Allah, tetapi di dalam PB, 100% uang kita adalah kepunyaan Allah. Bahkan secara ekstrem dapat dikatakan sebagai berikut: Hidup kita adalah milik Tuhan, apalagi uang kita? Sebab itu tanggung jawab kita di dalam pemakaian berkat Allah (uang) jauh lebih berat ketimbang saudara-saudara kita di dalam PL.
Doktrin persepuluhan memang sama sekali tidak relevan dengan Perjanjian Baru. Mengapa? Perhatikan ilustrasi berikut:
Misalkan, Jemmy memiliki penghasilan 2 juta rupiah per bulan. Maka persepuluhan yang harus Jemmy berikan adalah 200 ribu rupiah dan sisanya 1,8 juta dipergunakan untuk kehidupan sehari-hari, wajar bukan? Tetapi bagaimana dengan Yance yang memiliki penghasilan 100 juta rupiah per bulan? Coba kita hitung, 10 juta rupiah untuk persepuluhan dan 90 juta untuk kehidupan pribadi, wajarkah menurut saudara? Masih dapatkah kita berkata Yance mengasihi Allah dan sesamanya?Nah, sekarang bayangkan bagaimana nasib orang-orang kecil yang memiliki penghasilan kurang dari 500 ribu per bulan, masihkan Injil dapat dikatakan sebagai kabar baik apabila mereka masih tetap harus menyisihkan 50 ribu untuk gereja?Saya pikir jawabannya tidak, karena tidak mungkin berita Injil mengoyakkan hati nurani manusia, sebab dasar dari PB adalah KASIH, bukan lagi PERINTAH (PL).
Pada mulanya Allah menghendaki persembahan berdasarkan kasih, namun karena ketamakan hati manusia, Allah memerintahkan persembahan (termasuk persepuluhan) berdasarkan hukum Taurat, tetapi ajaran Yesus telah mengembalikan konsep pemberian kepada hukum yang semula, yaitu hukum Kasih, yang dijabarkan dengan istilah: Keadilan, Belas Kasihan dan Kesetiaan, yang ditandai dengan adanya kerelaan hati dan sukacita (2 Kor 9:7).
Awal Gereja gunakan pola persepuluhan?
Beberapa sumber menyebutkan bahwa Cyprian pada abad ke-3 mulai memperkenalkan konsep persepuluhan untuk menyokong kehidupan para penginjil, tetapi konsep ini sama sekali tidak populer karena gereja pada waktu itu masih berbentuk gereja rumah.
Perubahan besar terjadi ketika kaisar Konstantin bertobat pada abad ke-4 dan segera gelombang kristenisasi melanda seluruh eropa. Hasilnya, gedung-gedung gereja mulai didirikan. Imam-imam diangkat dan ditahbiskan. Akhirnya, lahirlah institusi gereja, yang kemudian menjelaskan asal-muasalnya gaji kependetaan, yaitu diambil dari persembahan-persembahan jemaat, termasuk persepuluhan.
Baru pada akhirnya pada tahun 800-an, persembahan persepuluhan menjadi semacam kewajiban yang harus dibayarkan oleh jemaat.
Baru pada akhirnya pada tahun 800-an, persembahan persepuluhan menjadi semacam kewajiban yang harus dibayarkan oleh jemaat.
Mungkin beberapa pendeta harus menyelami perkataan Paulus sehubungan dengan sumber penghidupan mereka: “SEBAB KAMI TIDAK SAMA DENGAN BANYAK ORANG LAIN YANG MENCARI KEUNTUNGAN DARI FIRMAN ALLAH. SEBALIKNYA DALAM KRISTUS KAMI BERBICARA SEBAGAIMANA MESTINYA DENGAN MAKSUD-MAKSUD MURNI ATAS PERINTAH ALLAH DAN DI HADAPAN-NYA.” (2 Kor 2:17).
Nah, apakah salah menerima persembahan termasuk persepuluhan dari jemaat? Tentu tidak, sebab Paulus menyerukan agar kita semua tidak mencari keuntungan dari firman Allah, adalah orang yang sama yang menyebutkan, “TIDAK TAHUKAH KAMU, BAHWA MEREKA YANG MELAYANI DALAM TEMPAT KUDUS MENDAPAT PENGHIDUPANNYA DARI TEMPAT KUDUS ITU DAN BAHWA MEREKA YANG MELAYANI MEZBAH, MENDAPAT BAHAGIAN MEREKA DARI MEZBAH ITU? DEMIKIAN PULA TUHAN TELAH MENETAPKAN, BAHWA MEREKA YANG MEMBERITAKAN INJIL, HARUS HIDUP DARI PEMBERITAAN INJIL ITU.” (1 Kor 9:13-14).
Kesalahannya bukan terletak pada boleh atau tidaknya hidup dari pelayanan, yaitu menerima persembahan dari jemaat (atau PK), tetapi pada “KEWAJIBAN MEMBERI PERSEMBAHAN” yang ditekankan oleh institusi gereja (atau pendeta) dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup para full timernya.
Paulus, walaupun berhak menerima persembahan dari jemaat – berdasarkan 1 Kor 9:11 –, ia tidak mengambil persembahan tersebut, melainkan memberikan teladan bagi hamba Tuhan lainnya dengan bekerja membuat tenda (Kis 18:3). Namun ada pula saatnya dimana Paulus menerima persembahan dari jemaat sebagai bekalnya untuk memberitakan Injil (Fil 4:15-18).
Jadi, dengan perkataan lain bahwa bukan soal menerima persembahan yang salah, melainkan kuk memberi persembahan yang kita taruh kepada jemaat yang salah.
Salam Hormat
Abdy Busthan
Nah, apakah salah menerima persembahan termasuk persepuluhan dari jemaat? Tentu tidak, sebab Paulus menyerukan agar kita semua tidak mencari keuntungan dari firman Allah, adalah orang yang sama yang menyebutkan, “TIDAK TAHUKAH KAMU, BAHWA MEREKA YANG MELAYANI DALAM TEMPAT KUDUS MENDAPAT PENGHIDUPANNYA DARI TEMPAT KUDUS ITU DAN BAHWA MEREKA YANG MELAYANI MEZBAH, MENDAPAT BAHAGIAN MEREKA DARI MEZBAH ITU? DEMIKIAN PULA TUHAN TELAH MENETAPKAN, BAHWA MEREKA YANG MEMBERITAKAN INJIL, HARUS HIDUP DARI PEMBERITAAN INJIL ITU.” (1 Kor 9:13-14).
Kesalahannya bukan terletak pada boleh atau tidaknya hidup dari pelayanan, yaitu menerima persembahan dari jemaat (atau PK), tetapi pada “KEWAJIBAN MEMBERI PERSEMBAHAN” yang ditekankan oleh institusi gereja (atau pendeta) dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup para full timernya.
Paulus, walaupun berhak menerima persembahan dari jemaat – berdasarkan 1 Kor 9:11 –, ia tidak mengambil persembahan tersebut, melainkan memberikan teladan bagi hamba Tuhan lainnya dengan bekerja membuat tenda (Kis 18:3). Namun ada pula saatnya dimana Paulus menerima persembahan dari jemaat sebagai bekalnya untuk memberitakan Injil (Fil 4:15-18).
Jadi, dengan perkataan lain bahwa bukan soal menerima persembahan yang salah, melainkan kuk memberi persembahan yang kita taruh kepada jemaat yang salah.
Salam Hormat
Abdy Busthan